Senin, 17 Februari 2025 | 00:18 WIB

Kejari Kabupaten Bandung Tetapkan 3 Tersangka untuk Korupsi Pembangunan Rusu

foto

www.transaktualonline.com

Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bandung menemukan dugaan korupsi pada pembangunan proyek rumah susun yang ada di kecamatan Rancaekek dan Solokanjeruk. Kejari kabupaten Bandung sudah menetapkan tiga tersangka berinisial ABP, RF dan HH.

Dua dari tersangka merupakan pegawai Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang bertugas di Jawa Barat. Kedua tersangka berinisial ABP dan RF itu pun sudah ditahan.

Kepala Kejari Kabupaten Bandung Donny Haryono Setyawan menyatakan, kasus dugaan korupsi yang menjerat kedua tersangka meliputi proyek pembangunan rumah susun di dua lokasi di Kabupaten Bandung, yakni di Kecamatan Rancaekek dan Solokanjeruk. Kedua tersangka, terang dia, merupakan Pejebat Pembuatan Komitmen (PPK) dari Kementerian PUPR Satuan Kerja Non-Vertikal Tertentu (SNVT) Jawa Barat.

Keduanya pun bertanggung jawab atas segala pengeluaran belanja anggaran. Donny menyebutkan, proyek pembangunan rumah susun tersebut dilaksanakan pada 2018 lalu. Adapun nilai kontrak awal untuk rumah susun di Solokanjeruk ialah sebesar Rp 14.354.000.000, sedangkan pembangunan rumah susun di Rancaekek nilai kontraknya sebesar Rp 13.148.520.632.

Dalam pelaksanaannya, dia menjelaskan, pembangunan rumah susun tersebut melibatkan dua perusahaan kontraktor yang berbeda. Antara lain PT Indo Dhea Internusa untuk pembangunan di Solokanjeruk, dan PT Ilho Jaya Alfatih untuk pembangunan di Rancaekek.

"Dua-duanya ini tidak dapat diselesaikan dari anggaran berjalan tahun 2018, sehingga diputus kontrak di tahun 2019," kata Donny. 

Akibat dari tidak tercapainya target pada 2018, jelas dia, akhirnya dilakukan perjanjian atau kontrak baru (addendum) untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut selama 90 hari, yakni hingga 31 Maret 2019.

Namun, hingga tenggat waktu yang sudah ditentukan kedua pekerjaan tersebut masih belum bisa diselesaikan. Akhirnya, kata Donny, pada 31 Desember 2019 dilakukan pemutusan kontrak, lalu hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terbukti ada kerugian negara dalam dua pekerjaan itu. "Untuk rumah susun di Rancaekek sekitar Rp 3,8 miliar, dan di Solokanjeruk itu Rp 3,4 miliar," ujarnya.

Donny mengatakan, rumah susun tersebut sudah jadi dan siap dimanfaatkan. Namun demikian, jelas dia, dalam proses pembangunannya terdapat masalah karena setelah kontraktor diputus kontrak pada tahun berikutnya dianggarkan lagi untuk penyelesaian.

Atas temuan BPK tersebut, lanjut dia, kedua PPK dari kedua proyek pembangunan rumah susun lantas dijadikan sebagai tersangka. Dalam kasus tersebut juga ditetapkan seorang tersangka lain berinisial HH, yang merupakan kontraktor dari pembangunan rumah susun di Rancaekek.

Satu Kontraktor Meninggal Dunia

Untuk kontraktor pembangunan rumah susun di Solokanjeruk, menurut dia, telah meninggal dunia. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan Pasal 77 KUHP maka apa yang disangkakan kepada yang bersangkutan dinyatakan telah gugur.

"Tersangka yang dilakukan hari ini dua orang PPK, sedangkan kontraktor atas nama HH sedang menjalani pidana di Makasar. Dia terkena pidana lain, dan saat ini sedang menjalani hukuman," jelas dia.

Donny menyatakan bahwa tersangka HH akan dilakukan penjemputan ke Makassar dan akan dipindahkan ke lembaga permasyarakatan yang ada di Kabupaten Bandung. Dia pun menyampaikan bahwa tak menutup kemungkinan adanya tersangka lain dalam kasus tersebut.

"Kasus ini masih terus kami dalami, karena kemungkinan masih ada penambahan-penambahan tersangka. Namun, peran sentral itu ada di PPK dan rekanan (kontraktor)," ujar Donny. Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, dan denda paling sedikit Rp200 juta rupiah hingga Rp1 miliar.

 

tingkap/transaktualonline.com