
Bandung –
Kebun Binatang Bandung (Bandung Zoo) telah menjadi sorotan publik, Dua terdakwa, Sri dan Bisma Bratakoesoema, diduga telah merugikan negara, kasus ini melibatkan konflik antara manajemen baru dan lama kebun binatang, yang menyebabkan ketegangan dan penutupan sementara kebun binatang untuk menjaga aset daerah.
Dr. Efran Helmi Juni, S.H., M.Hum selaku Tim Penasehat Hukum terdakwa R. Bisma Bratakoesoema dan Sri mengatakan bahwa tuntutan yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum atau JPU diluar nalar dan diluar akal sehat. Harusnya tuntutan itu sesuai fakta-fakta di persidangan. Fakta-fakta itu menjadi pedoman Jaksa melakukan penuntutan.
"Tuntutan yang dibacakan hari ini merupakan tuntutan diluar nalar dan akal sehat. Sejatinya tuntutan itu berdasarkan fakta fakta di persidangan. Dan fakta itu menjadi pedoman jaksa untuk melakukan, merumuskan," kata Dr. Efran Helmi Juni, S. H., M.Hum.
"Tapi faktanya, dengan agak sulit membuktikan sehingga munculah tuntutan diluar akal sehatnya. "Sehingga apapun yang kita dengarkan hari ini, tentu menjadi catatan," ujarnya
"Yang penting dalam penegakan hukum tuntutan tentu harus berdasarkan fakta persidangan. Agar kita sama sama mencari kepastian hukum dan keadilan," imbuhnya.
Hal tersebut disampaikan Dr Efran Helmi Juni, S.H., M.Hum kepada awak media seusai pembacaan tuntutan oleh JPU kepada 2 (dua) terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi atsu Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung Kls IA Khusus yang bersidang di gedung PHI tanggal 30 September 2025.
Menurutnya, perkara kliennya adalah terkait dengan sewa menyewa tanah lokasi Kebun Binatang atau Bandung Zoo yang belum dibayar oleh terdakwa yang duduk sebagai pengurus Yayasan Margasatwa Tamansari atau YMT.
"Apapun alasannya itu jelas bahwa kasus ini adalah peristiwa tentang sewa menyewa, antara pemerintah Kota Bandung dengan Kebun Binatang atau Yayasan Margasatwa Tamansari," jelasnya.
Jika kemudian tidak merasa cukup yakin terhadap fakta persidangan, jangan memaksakan tuntutan yang berlebihan, ini yang merusak penegakan hukum. Jadi tuntutan itu kalau dikumulatif total adalah 23 tahun.
"15 tahun pidana penjara, kemudian ada denda 6 bulan, selanjutnya ada hukuman Uang Pengganti 7 tahun 6 bulan. Ini dipastikan diluar nalar akal sehat proses hukum yang ada," terang Efran Helmi Juni.
Pihaknya akan mempersiapkan Nota Pembelaan atau Pledoi dan diharapkan akan menjawab semua secara terang benderang kasus ini, "karena kasus ini adalah kasus yang tidak mendasar dan dipaksakan."
JPU menuntut Raden Bisma Bratakoesoema, SE sebagai ketua YMT Pidana penjara selama 15 (lima bekas) tahun. Tuntutan yang sama juga dijatuhkan kepada Sri, Pembina YMT. Tuntutan yang begitu tinggi yakni 15 tahun penjara itu cukup mencengangkan pengunjung yang membludak, diluar dugaan terlebih sebelumnya penasehat hukum terdakwa Efran Hemi Juni menyebut bahwa kasus ini hanyalah perdata persoalan sewa menyewa.
Tuntutan lainnya, kedua terdakwa juga harus membayar denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan. Uang pengganti untuk Sri Rp 15,1 miliar sedangkan Bisma Rp 10,3 miliar kalau tidak bayar diganti kurungan 7 tahun 6 bulan. Kalau ditotal masing-masing terdakwa menjalani hukuman selama 23 (dua puluh tiga) tahun. Kedua terdakwa dituntut dengan Pasal 2 ayat 1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kedua terdakwa dinilai merugikan keuangan negara sebesar Rp 25,5 miliar.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut Bisma bersama Sri (berkas terpisah) tetap menguasai dan memanfaatkan lahan kebun binatang meski izin sewa dengan Pemkot Bandung berakhir pada 30 November 2007 dan tidak diperpanjang.
Sejak 2017, YMT bahkan membuat perjanjian sewa dengan Sri, ahli waris keluarga Bratakusumah, senilai Rp1,8 miliar per tahun, dengan total pembayaran mencapai Rp6 miliar. Dari jumlah itu, Sri menerima sekitar Rp5,4 miliar, sedangkan Bisma menerima Rp600 juta.
Selain itu, JPU menilai pendapatan dari tiket masuk, kios, wahana, dan penjualan pakan hewan dialihkan ke rekening pribadi sebelum dipindahkan ke rekening atas nama yayasan. Audit Inspektorat Kota Bandung menegaskan tindakan tersebut melanggar UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(ychs/transaktualonline.com).