Cimahi, Transaktual.
Pengadilan Negeri Bale Bandung (PNBB) Eksekusi pengosongan Lahan di RW 03 Kelurahan Baros Kecamatan Cimahi Tengah Kota Cimahi yang dilakukan pada Jum’at (3/1/2025) berjalan dengan alot.
Eksekusi berlangsung ‘ricuh’ karena warga pemilik lahan mengaku tidak terima dengan ekseskusi yang dilakukan pada lahan yang akan digunakan Proyek Pembangunan Fly Over Baros tersebut.
Bahkan Warga Baros merasa penetapan harga ganti rugi lahan milik mereka belum dilakukan musyawarah antara warga dengan pihak DJKA.
Salah seorang warga Kelurahan Baros Fitriyani mengaku heran dengan penentuan harga ganti rugi yang ditetapkan secara sepihak oleh pihak Direktorat Jenderal Pereretaapian (DJKA) tersebut.
“Tanah kami dihargai Cuma Rp 3 juta logikanya berjalan apa tidak, apalagi proses persidangan masih belum selesai dan belum ada putusan akhir atau inkrah, tiba-tiba Pengadilan Negeri Bale Bandung mengeluaran putusan untuk melakukan Ekseskusi ,” ujar,Fitriyani sewaktu diwawancara.
Tak hanya itu kata Fitriyani, eksekusi juga dilakukan kepada tanah hak milik warga dan bukan tanah sengketa.
Padahal Sertifikat Hak Milik masih dipegang warga, tapi pengadilan sudah melakukan pembongkaran sementara proses pengadilanpun masih berjalan.
Apa dasar dari Pengadilan Mengeluarkan Perintah Eksekusi ?,” tanya Fitriyani. Menurutnya, Eksekusi yang dilakukan akhirnya dipending, tetapi pihak warga sangat keberatan dengan penetapan harga yang dilakukan secara sepihak.
Sebab, harga pasaran lahan diwilayah tersebut adalah Rp17 juta per meterpersegi, sementara tanah milik keluarganya hanya dipatok dengan harga Rp 3 juta, saja, pihaknya menginginkan agar pihak DJKA menggunakan hati nurani.
Karena Warga merasa selama ini tidak pernah dilakukan musyawarah terkait dengan harga jual dari lahan milik mereka. Bahkan Tidak pernah ada kesepakatan yang dilakukan antara pemilik lahan dengan pihak DJKA.
Penentuan harga dilakukan secara sepihak oleh pihak DJKA, kami akan tetap bertahan untuk mempertahankan haknya.
“Ini tanah milik kami bukan tanah sengketa ataupun tanah Negara, jika tetap dilakukan Eksekusi kami bisa menuntut adanya perusakan proferty, kami tetap akan bertahan karena surat tanah masih kami pegang, lain soalnya jika mereka sudah membayar,” terang," Fitriyani.
Dia melanjutkan, saat ini surat-surat masih dipegang warga dan uang masih ada di Pengadilan, sementara pihak pengadilan melakukan pembongkaran jadi sangat wajar jika warga melakukan perlawanan.
Dikatakannya, atas kondisi yang terjadi ini, pihaknya pekan depan akan menghadap kepada Wakil Presiden dan jika memungkinkan untuk menyampaikan hal ini kepada Prabowo Subianto.
Sementara, Kuasa hukum warga, Tohonan Marpaung, S.H, menjelaskan hingga saat ini masih berlangsung proses peradilan di Pengadilan Negeri Bale Bandung atas dua perkara yaitu upaya dalam hal penilaian dan perlawanan terhadap Ekseskusi.
“Hari ini seudah dilakukan eksekusi oleh Pengadilan, tetapi karena alasan kemanusiaan kami memohon agar ekseskudi dilakukan secara simbolis. Ada beberapa yang menjadi obyek termohon untuk eksekusi. Dari beberapa kali mediasi yang dilakukan pihak pengadilan mengabulkan permohonan warga, namun tidak ada titik temu dan berujung buntu.
Sementara untuk obyek yang lain, atas dasar kemanusiaan pihaknya meminta kepada pihak pengadilan untuk dilakukan penundaan, karena pemilik lahan dalam keadaan sakit jantung, permintaan tersebut disetujui dan dilakukan penundaan sampai adanya dua keputusan perkara 181 dan 228 yang saat ini dalam tahap pembuktian.
“Saat ini masih dalam tahap pembuktian dimana sidangnya akan dilaksanakan pada tanggal 6 , 7 dan 9 Januari 2025 yang akan kami ikuti prosesnya, “ jelasnya.
Sementara, Salah satu warga pemilik Lahan, Urusla mengaku tidak terima dilakukannya ekseskui oleh Pengadilan karena status pembayaran belum tuntas. Jikapun sudah dibayar tidak perlu ada ekseskusi karena warga akan pergi dengan sendirinya.
“Kita dengan sukarela akan pergi dari tanah milik kita,” tegasnya. Urusula, menerangka bahwa tanah yang mereka tempati selama ini merupakan hak milik warga yang dibuktikan dengan Sertifikat Hak Milik.
Warga akan pergi jika tanahnya sudah dibayar sesuai dengan perjanjian. Jika belum dilakukan pembayaran lalu dilaksanakan ekseskusi,ujarnya.
Urusula menganggap merupakan hal yang tidak manusiawi. “Kami merasa ada ketidakadilan, dimana warga yang menempati tanah PJKA mendapatkan dana kerohiman lebih besar dari tanah milik warga yang bersertifikat,” ujarnya.
Sementara itu, Perwakilan Pengadilan Bale Bandung dan Perwakilan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) saat diminta tanggapannya terkait dengan hal tersebut, tidah mau memberikan keterangan dalam hal Eksekusi.
( Efri / Transaktual )