
Dairi, Transaksara.com - Tahun 2025 ini menjadi tahun yang sangat berat bagi Masyarakat adat dan masyarakat local di Tano Batak. PT Toba Pulp Lestari (TPL) semakin brutal mengancam Masyarakat. Dengan terang-terangan meminta bantuan pihak Forkopinda (Forum Kordinasin Pimpinan Daerah) di Kabupaten Toba dan Kabupaten Tapanuli Utara.
Berdasarkan surat mereka tertanggal 27 Desember 2024 kepada Forkopinda Toba, perusahaan meminta Permohonan Penanaman dan perlindungan Investasi. Permohonan inilah yang akan menjadi dasar bagi perusahaan melakukan penanaman paksa di beberapa wilayah di Toba seperti di Huta Simenak-menak, Natumingka, Ombur, Janji maria, Wilayah Adat Natinggir dan tempat lainnya.
Paska adanya surat ini, ratusan keluarga di desa-desa tersebut menjadi was-was setiap hari sejak awal tahun. Mereka bahkan tidak bisa menikmati tahun baru karena merasa terancam ruang hidup yang mereka kelola selama ini akan diobrak-abrik oleh perusahaan seperti yang terjadi di Dolok Parmonangan dan Onan Harbangan Nagasaribu.
Masyarakat tidak memiliki siapapun sebagai tempat mengadu dan tempat meminta perlindungan. Jika PT Toba Pulp Lestari (TPL) dengan mudahnya meminta bantuan kepada pemerintah (FORKOPINDA), rakyat mengadu dan meminta perlindungan kepada siapa?
Dengan kerendahan hati, Masyarakat adat di Tano Batak meminta bantuan semua orang di mana saja yang merasa cinta bona pasogit, untuk melindungi mereka dari kesewenang-wenangan perusahaan tersebut. Karena negara sungguh tak berpihak kepada mereka, negara hanya berpihak pada keberlanjutan investasi.
Suadara sebangsa, bertumpah darah yang
Bangsa besar yang terberkati
Bangsa yang sejak dulu dikenal sebagai pemimpin yang menuntun
Dalam bentuk seruan ketakutan
Wahai bangsa ku, lihatlah kami yang lemah
“Kami tidak punya siapapun untuk melindungi kami, bahkan pemerintah tidak berkutik menghadapi perusahaan”, kata seorang ibu dari Nagasaribu,ketika tanggal 20 Januari lalu PT TPL menanam paksa di wilayah adat,mereka merusak jalan satu-satunya akses yang mereka gunakan ke hutan
Pada saat itu, pemerintah dari Kecamatan Siborongborong, KPH XIV dan pihak koramil meminta agar TPL menghentikan penanaman paksa dan membuka akses jalan yang mereka rusak, namun, sama sekali tidak digubris oleh perusahaan. “Siapa sebenarnya yang punya negara ini?” tanya ibu Lasmida.
Pertanyaan yang sulit dijawab. Ketika negara tak berdaya dan menjadi pelindung buat perusahaan di situ memang rakyat tidak punya siapa-siapa dan semakin tertindas. Oleh karena itu seperti lagu di atas “RO JO HAMU”, memanggil kita semua di mana saja yang cinta Tano Batak, yang melawan ketidak adilan, dan yang ingin bumi ini selamat, datanglah, bantu kami yang di bona pasogit. (Heri Nababan)